Minggu, 18 Agustus 2013

PETANI VERSUS PEDAGANG

Tak tahulah pedagang itu musuhnya petani ataukah temannya. Sering petani mengeluhkan tingkah pedagang. Mau jual hasil panen ribet banget berurusan dengan pedagang. Mau beli pupuk mulsa juga ribet berurusan dengan pedagang. Tak tahulah apakah pedagang itu jago ribet, atau petani sudah capek mikirin lahan dan tanaman.

Stigma bahwa pedagang banyak yang nakal mungkin mendogma sebagian petani. Ataukah pedagang semua nakal? Memang ada pedagang yang tak jujur. Tapi tidak memberitahukan berapa harga kulak, tidak memberitahukan pada siapa dia ambil produk, bukan termasuk tanda ketidakjujuran.

Petani itu produsen, sebagaimana pabrik pupuk, pabrik mulsa, pabrik bibit, itu juga produsen. Tanpa pedagang, produsen itu harus menjadi pedagang, mendagangkan sendiri produknya. Dan tidak semua produsen sanggup menjadi pedagang atas produknya sendiri.

Pun demikian dengan petani. Sebenarnya petani bisa saja menjual hasil panennya langsung ke konsumen, tanpa lewat pedagang. Hal itu sudah dilakukan oleh sebagian petani dengan mengadakan pasar lelang. Tapi kadang tetap saja yang menang lelang juga pedagang besar. Pun banyak petani yang tak sanggup mendagangkan hasil panennya. Petani memilih untuk sibuk mengurusi bibit baru untuk penanaman berikutnya. Sudah ngurusi tanaman masih ngurusi hasil panen. Capek pikiran.

Jadilah pedagang itu mitranya petani. Jika tak dibutuhkan pedagang akan mundur sendiri. Jika dibutuhkan pedagang akan muncul sendiri. Tapi jika masih minat akan keuntungan jadi pedagang, bertani sambil berdagang, mengapa tidak?