Selasa, 08 Juli 2014

DUNIA PETERNAKAN YANG TERABAIKAN

Jangankan sektor peternakan, sektor pertanian saja tak mendapat perhatian. Padahal urusan pertanian adalah urusan pangan, sedangkan urusan pangan itu tak saja penting, tapi juga mendesak. Lalu bagaimana dengan sektor peternakan?

Kurang terurusnya sektor peternakan juga pertanian bukan terutama karena tak ada kemampuan, tapi karena kurangnya kemauan. Alasan untuk berjuang all out di sektor ini belum ditemukan. Mungkin karena negara lain sudah siap menyediakan stok pangan dan peternakan bagi Indonesia, atau mungkin saja belum menemukan benang merah esensi dari pentingnya kedaulatan pangan.

Kedaulatan pangan atau apapun sebenarnya  sesuatu yang sulit dipahami keuntungannya. Seharusnya yang dipikirkan adalah kesejahteraan bangsa dan anak bangsanya lewat kedaulatan pangan. Harusnya kitalah yang siap menyediakan pangan bagi dunia. Harusnya kitalah yang menerima uang,  bukan kehilangan uang pembelian bahan pangan.

Jadilah kedaulatan pangan itu berujung pada kesejahteraan, sedangkan kedaulatan protein pun tak kalah luar biasanya dalam berkontribusi pada kesejahteraan  suatu bangsa, lewat perhatian dan penanganan yang serius di dunia peternakan.


Rabu, 02 Juli 2014

UNSUR MIKRO

Tanpa pupuk unsur mikro, apakah tanaman bisa panen bagus? Jawabnya pasti bisa. Jangankan tanpa pupuk unsur mikro, tanpa unsur makro saja tanaman bisa panen bagus. Kok bisa?

Ya mungkin saja deposit unsur hara di tanah masih banyak. Misal lahan-lahan yang bekas ditanami tebu, jika ditanami ketela pasti tinggal menambah pupuk makro sedikit, bahkan berani tak pakai unsur makro.

Ya mungkin saja pemakaian komposnya banyak sekali, sehingga kadar unsur makronya lumayan, lalu kegemburan tanah akibat kompos bisa mensubstitusi kekurangsuburan karena nggak pakai unsur makro.

Ya mungkin saja lahannya lahan baru sehingga stok humus masih sangat banyak yang juga mampu menopang hasil panen.

Ya betul, tetapi pada akhirnya harus dipikirkan bagaimana cara menyediakan unsur makro bagi tanaman. Sedangkan cara yang paling masuk akal secara finansial adalah pemberian pupuk unsur makro.

Berarti juga perlu dipikirkan bagaimana cara menyediakan unsur mikronya.

Selasa, 01 Juli 2014

PUPUK TERBAIK

Pupuk terbaik itu yang mana, yang bagaimana? Ya jelasnya adalah yang memberikan hasil dan penghasilan terbaik bagi petani penggunanya. Penghasilan penggunanya meningkat dengan memakai pupuk tersebut.

Permasalahannya, selain tak ada yang meranking kualitas pupuk, petani pemakai juga tak mudah percaya pada segala macam promosi dan klaim dari perusahaan pupuk. Jadilah perusahaan dan petani sama-sama berjuang sendiri-sendiri, perusahaan berpromosi, petani tunggu bukti.

Bahkan seandainya diadakan perlombaan kualitas pupuk pun tetap tak akan banyak membantu, sebab peserta yang kalah akan mengatakan bahwa perlombaan tidak memenuhi syarat dsb. Apalagi dunia  pertanian sedang menjadi anak tiri dibanding sektor yang lain, misalnya dibanding sektor transportasi, pertambangan, properti, maupun telekomunikasi.

Jadi mungkin pupuk terbaik adalah yang sudah terbukti, dengan melihat data-data foto, video, maupun lapangan langsung. Tapi jangan-jangan bukti yang hanya sekali tidak cukup, karena bisa saja dianggap kebetulan. Bahkan ijin edar pupuk pun didasarkan pada pengujian yang hanya sekali.

Jadi pupuk yang terbukti baik adalah yang sudah lama beredar?

Selasa, 24 Juni 2014

TAK LAGI SUBUR

Ingat waktu jaman penjajahan dulu, negara-negara barat berebut dan antri menjajah untuk menjarah hasil bumi nusantara. Ratusan tahun nusantara terjajah, ratusan tahun negara barat menikmati hasil panen rakyat.

Lalu ketika Indonesia merdeka, sektor hasil bumi hampir tak dilirik lagi. Entahlah apa sebabnya, tapi Indonesia mengalami kemunduran dalam hal pengolahan hasil bumi. Hasil panenan tidak memuaskan, usaha di bidangnya tidak menjanjikan.

Lalu apakah itu sebabnya kita tak dijajah lagi? Tentunya bukan, walaupun mungkin hasil bumi Indonesia tak lagi menarik untuk dijarah. Sebab kalau benar-benar dijajah dan dijarah kita lalu makan apa, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya sendiri saja masih belum cukup. Beras masih harus impor, daging susu juga impor, gula juga tak ketinggalan.

Ataukah mungkin inilah saatnya Indonesia gantian menjadi negara penjajah saja? Menjajah negara-negara yang subur untuk kita angkut hasil buminya?

Jadi harus bagaimana?