Bagi orang Indonesia ,
beras, dalam hal ini adalah nasi, adalah makanan pokok utama. Mungkin
karena
memang beras/ nasi ini dulunya adalah makanan keraton, sehingga kita
sangat
tergantung pada beras/ nasi. Tidak makan nasi belum merasa kenyang,
padahal
perut sudah penuh dengan aneka makanan lain.
Luas lahan
padi kita yang sekitar 11 atau 12 juta hektar,
sebenarnya mampu membawa perubahan besar bagi negara kita. Kita akan
bisa
makmur dalam waktu yang singkat, sesingkat keberhasilan kita menangani
lahan
padi. Dan potensi ini sama sekali belum dijadikan sebuah strategi.
Sekarang
ini kita sudah bisa dikatakan swasembada beras,
tidak membeli beras dari negara lain, atau dianggap seperti itu. Ini
merupakan
prestasi awal yang baik. Target selanjutnya hendaknya mengekspor beras.
Langkah
awal untuk menjadi eksportir beras tentunya
menggenjot jumlah produksi. Ini masih sangat masuk akal, mengingat saat
swasembada sekarang ini, produktivitas padi nasional ada diangka 4,9 ton
per
ha, anggaplah sudah 5 ton per ha.
Apabila kita bisa menaikkan menjadi 6 ton per ha
saja, maka
akan tersedia beras berlebih sebanyak 1
ton kali 11 koma sekian juta ha, sama dengan 11 juta ton lebih. Dengan
harga
beras Rp. 4.500,- per kg, maka akan diperoleh uang sebanyak kira-kira
50 triliun per musim tanam, bisa
dianggap 150 triliun per tahun.
Uang 150 triliun per tahun itu akan sangat
berguna. Kalau
dibelikan sapi yang harga 8 juta, akan mendapatkan 18 juta ekor,
sedangkan
jumlah sapi di negara kita sekarang ini kira-kira 10 juta ekor.
Kontribusi deviden
semua BUMN di Indonesia saja kurang dari
40 triliun per tahun. Lebih mudah mana, meningkatkan kontribusi semua
BUMN 3 x
lipat atau meningkatkan produktivitas padi 1 ton?
Angka-angka
ini adalah sederhana dan bisa dipertanggungjawabkan.
Memang banyak yang bilang bahwa mengekspor beras tidak mudah, tapi
bukankah
mengimpor beras juga tidak mudah?
Bagaimana caranya agar produktivitas padi nasional
bisa
meningkat. Ubah pola pikir petani, sosialisasikan lewat gerakan nasional
di bidang
padi. Bagaimana mengubah pola pikir
petani secara nasional? Ya, sederhana, pemimpin di bidang pertanian
harus
berbicara, berpidato di depan petani, di depan televisi tentunya, dan
gerakan
semacamnya.
Kalau Bung Karno bisa memanfaatkan media radio saat
itu,
Bung Tomo juga bisa membawa perubahan lewat media (radio) juga saat itu,
mengapa pemimpin dunia pertanian tidak bisa. Ataukah sekarang dikira
petani
tidak sedang berjuang, tidak sedang berperang di lahan?
Apa yang
harus dilakukan petani agar produktivitas naik?
Cuma mengubah jarak tanam. Mengubah jarak tanam, akan memberikan
kenaikan
produktivitas yang signifikan sampai 8 - 10 ton per ha, belum lagi bila
pemupukan juga benar, akan memberikan kenaikan jauh di atas itu.
Dan negara
kita akan menjadi negara agraris yang
sesungguhnya.